Aksi penyadapan yang dilakukan pemerintah Australia terhadap sejumlah
pejabat tinggi negara, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan
Wapres Boediono membuat pemerintah Indonesia kian gusar. Menteri
Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI, Tifatul Sembiring pun
menegaskan, Indonesia melarang segala tindakan penyadapan, kecuali untuk
kepentingan keamanan dan proses penyelidikan hukum.
Dalam hal ini, Tifatul mengatakan, hanya ada lima lembaga negara yang
boleh melakukan penyadapan, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Kepolisian, Kejaksaan, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan
Intelijen Negara (BIN).
Penyadapan kelima lembaga tersebut biasanya melakukan kerja sama
dengan seluruh operator telekomunikasi ketika sedang menangani suatu
kasus hukum. Maka tak heran, KPK bisa mengusut kasus korupsi Angelina
Sondakh dan Luthfi Hasan Ishaaq, Polri (Densus 88) menelusuri lokasi
tersangka terorisme, BNN mengungkap keberadaan bandar narkoba di
Indonesia, dan sebagainya.
Muncul indikasi, adanya oknum yang menyusup ke sejumlah provider
seluler Indonesia, sehingga membuat pemerintah Australia bisa dengan
mudahnya menyadap beberapa pejabat tersebut. Tifatul pun meminta kepada
provider seluler agar segera melakukan klarifikasi akan masalah
penyadapan ini dalam waktu dekat. “Kita beri waktu seminggu untuk
provider seluler. Saat ini tersisa tiga hari lagi, dan sudah ada
klarifikasi dari provider seluler,” kata Tifatul, dilansir dari berita
kementerian di laman resmi website Kominfo.
Untuk diketahui, dalam Pasal 42 UU Telekomunikasi sendiri salah
satunya menyebutkan, provider bisa memberikan akses informasi, asalkan
ada permintaan tertulis dari Jaksa Agung atau Kapolri untuk tindak
pidana tertentu dan adanya permintaan penyidik untuk tindak pidana
tertentu yang sesuai dengan undang-undang berlaku.
“Bukan Indonesia saja yang menjadi korban aksi serupa. Banyak kepala
negara maju di dunia yang pernah mengalaminya. Untuk itu upaya yang akan
dilakukan adalah peningkatan standarisasi komunikasi kepala negara dan
pejabat negara,” ujar Tifatul menambahkan.
Lebih lanjut, pelarangan penyadapan yang dilakukan pihak tidak
berwenang, sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Salah satu isinya ialah melarang
setiap orang melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui
jaringan telekomunikasi. Sementara ancaman pindannya tertuang dalam
Pasal 56 UU Telekomunikasi dengan kurungan penjara maksimal 15 tahun dan
di Pasal 47 UU ITE dengan hukuman penjara maksimal 10 tahun atau denda
maksimal Rp 800 juta. Tampaknya, hukuman tersebut hanya berlaku bagi
oknum yang bekerja sama dengan pemerintah Austlaria.
Lantas, “hukuman” apa yang mesti diberikan pemerintah Indonesia kepada pemerintah Australia?
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 comments:
Post a Comment